Oleh Al Ustaz Abdurrahman
بسم الله الرحمن الرحيم
Syariat agama Islam merupakan sebuah syariat yang penuh kemuliaan. Kemuliaan tersebut tergambarkan dari kesempurnaan yang telah Allah Ta’ala ajarkan melalui utusan-Nya yang terbaik, baginda rasul Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Tak terkecuali kesempurnaan yang terlihat pada pengurusan jenazah.
Al Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyyah rahimahullah berkata:
”Bimbingan Rasulullah SAW dalam pengurusan jenazah merupakan bimbingan yang paling sempurna, berbeda dengan bimbingan umat-umat lainnya.
”Bimbingan Rasulullah SAW dalam pengurusan jenazah merupakan bimbingan yang paling sempurna, berbeda dengan bimbingan umat-umat lainnya.
Bimbingan beliau mengandung penegakan peribadatan kepada Allah Ta’ala dalam bentuk yang paling sempurna, perlakuan baik kepada jenazah melalui amalan-amalan yang memberikan manfaat baginya baik di dalam kubur maupun di hari pembalasan kelak seperti menjenguknya, mentalqinnya, memandikannya dan mempersiapkan jasadnya untuk menghadap Allah Ta’ala dalam keadaan sebaik-baiknya.
Manusia berdiri bersaf-saf untuk mensolatinya. Mereka bertahmid, memuji Allah Ta’ala, bershalawat atas Nabi Muhammad SAW, memohon keampunan, rahmat dan kemurahan Allah. Kemudian mereka berdiri sejenak di dekat kubur untuk memintakan keteguhan bagi yang di kubur.
Lalu menziarahi kubur dan mendo’akannya, sebagaimana mereka dulunya di dunia saling menjenguk. Lantas berbuat baik kepada keluarga, kerabat si mayit dan sebagainya.” (Zaadul Ma’ad I/498, dinukil dari Al Mulakhash Al Fiqhi I/230 karya Asy Syaikh Shalih Al Fauzan hafizhahullah).
Sakit merupakan salah satu sebab awal kematian seseorang. Hendaklah pada saat yang demikian, dia sangat berharap kepada rahmat Allah dan takut kepada Allah. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menemui seorang pemuda yang akan meninggal dunia.
Nabi SAW bertanya:
“Bagaimana engkau mendapati dirimu sendiri?”
Dia menjawab:
“Demi Allah wahai Rasulullah, sesungguhnya aku sangat berharap (rahmat) Allah dan aku takut (kepada-Nya) kerana dosa-dosaku.”
Maka beliau menegaskan:
"Tidaklah terkumpul dua hal ini (harapan dan takut) pada hati seseorang di saat seperti ini melainkan Allah akan beri apa yang dia harapkan dan selamatkan dari apa yang dia takutkan.” (At Tirmidzi 983, Ibnu Majah 4261 dan sanadnya hasan).
Dalam keadaan seperti ini pula, hendak-lah dia juga bersegera menyelesaikan urusannya dengan manusia seperti hutang, pinjaman atau kedhaliman-kedhaliman yang pernah dia lakukan.
Rasulullah SAW ertinya:
“Barangsiapa masih memiliki tanggungan (kedhaliman) kepada saudaranya berupa kehormatan atau selainnya maka hendaklah (segera) dia selesaikan. Hal itu sebelum tibanya hari yang tidak ada lagi dinar ataupun dirham. Di hari itu bila dia memiliki (pahala) amalan shalih maka akan diberikan kepada saudaranya sesuai kadar kedhalimannya. Namun, bila dia tidak memiliki lagi (pahala) kebaikan, maka dosa saudaranya akan ditimpakan kepadanya dan akhirnya dia memikul dosa saudaranya tersebut.” (Al Bukhari 2449)
Masya Allah, betapa ruginya orang tersebut!
Bila tidak memungkinkan, maka hendak-nya orang yang akan meninggal dunia tersebut menulis wasiat. Rasulullah SAW menegaskan ertinya:
“Tidak sepantasnya seorang muslim yang masih memiliki tanggungan yang ingin dia wasiatkan untuk melewati 2 malam melain-kan wasiat tersebut tertulis.” (Muslim 1629).
Yang Harus Diperhatikan Bagi Orang Yang Melihat Orang Sakit/Wafat.
Adalah kewajiban bagi sebagian kaum muslimin untuk menjenguk saudaranya yang tertimpa sakit.
Rasulullah SAW bersabda ertinya:
“Hak seorang muslim yang wajib dipenuhi saudaranya ada enam : …. bila dia sakit maka jenguklah….” (Muslim 2162) Keutamaan menjenguk orang sakit sangat besar.
Diantaranya apa yang Rasulullah SAW ertinya:
“Tidaklah seorang muslim menjenguk saudaranya di pagi hari melainkan 70.000 malaikat akan memintakan ampunan dan rahmat baginya sampai petang hari. Dan tidaklah dia menjenguk saudaranya di petang hari melainkan 70.000 malaikat akan memintakan ampunan dan rahmat baginya sampai pagi hari. Dia akan mendapatkan buah di Al Jannah kelak.” (At Tirmidzi 969 dan sanadnya shahih).
Bila dia hendak meninggal, maka kita menuntunnya untuk mengucapkan
kalimat: لاَإِله إلاّاللهُ
Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW ertinya:
“Tuntunlah orang-orang yang hendak meninggal dunia untuk mengucapkan kalimat: لاَإِله إلاّاللهُ
(Muslim 916 dan 917).
Rasulullah SAW ertinya:
“Barangsiapa yang akhir ucapannya adalah Laa Ilaaha Illallah maka dia akan masuk Al Jannah.”
(Abu Dawud 3116 dan sanadnya shahih) Bila dia telah meninggal dunia, maka salah seorang diantara kita hendaknya memejamkan kedua matanya.
Dari Ummu Salamah ra, berkata:
Rasulullah SAW pernah mendatangi Abu Thalhah dalam keadaan pandangan kedua matanya mengarahkan ke atas (ketika meninggal dunia). Maka beliau pun memejamkannya” (Muslim 920)
Rasulullah SAW pernah mendatangi Abu Thalhah dalam keadaan pandangan kedua matanya mengarahkan ke atas (ketika meninggal dunia). Maka beliau pun memejamkannya” (Muslim 920)
Disunnahkan bagi kita untuk berdo’a:
اللّهُمَّ اغْفِرْلِفُلاَ نٍ وَارْفَعْ دَ رَجَتَهُ فِي الْمَهْدِ يِّينَ وَاخْلُفْهُ فِي عَقِبِهِ فِي الْغَابِرِيْنَ وَاغْفِرْلَنَاوَلَهُ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ وَافْسَحْ لَهُ فِي قَبْرِهِ وَنَوِّرْ لَهُ فِيْهِ
“Ya Allah, ampunilah si Fulan (sebut namanya-pen), angkatlah derajatnya bersa-ma orang-orang yang mendapatkan bim-bingan-Mu dan berilah dia keturunan. Ampunilah kami dan dia wahai Rabb semesta alam. Luaskan dan terangilah kubur dia.” (Muslim 920).
Adapun bagi keluarga si mayit hendaknya berdo’a:
إنَّالِلّهِ وَإنَّاإلَيْهِ رَاجِعُوْنَ اَللّهُمَّ أَجِرْنِي فِي مُصِيْبَتِي وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًامِنْهَا
“Sesungguhnya kita semua milik Allah dan kita semua akan kembali kepada-Nya. Ya Allah berilah (kebaikan) kepadaku dengan musibah ini dan gantilah musibah ini dengan sesuatu yang lebih baik.” (Muslim 918)
Disunnahkan untuk menutup seluruh tubuh si mayit. (Al Bukhari 5814 dan Muslim 942). Diperbolehkan untuk mencium kening si mayit.
Dari ‘Aisyah ra bahwa Abu Bakar ra pernah mencium kening Nabi SAW ketika telah wafat. (An Nasa’i 1839 dengan sanad shahih).
Diperbolehkan untuk menangisi keatas jenazah selama tidak ada unsur ratapan dan ketidak-ridhaan terhadap takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Rasulullah SAW bersabda ertinya:
“Air mata berlinang, hati bersedih dan tidaklah kami berkata (ketika sedih) melain-kan apa yang diridhai Rabb kami.” (Al Bukhari 1303 dan Muslim 2315).
Namun hal itu diperbolehkan selama tiga hari saja, sebab Nabi SAW bersabda
ertinya:
“Janganlah kalian menangisi saudaraku (Ja’far bin Abi Thalib-pen) setelah hari ini (hari ke-3-pen) " (Abu Dawud 4192 dan sanadnya shahih).
Diwajibkan untuk menyegerakan pengurusan jenazah dan tidak menunda-nundanya. Nabi SAW memerintahkan hal tersebut. (Al Bukhari 1315 dan Muslim 944).
Kecuali kalau ada kepentingan yang diizinkan syariat seperti: memastikan sudah/belum meninggalnya jenazah tersebut, ingin memperbanyak jumlah orang yang mensolatinya, menunggu kerabat si arwah bila jaraknya dekat atau untuk urusan autopsi. (Asy Syarhul Mumti’ 5/260 dan Syarh Shahih Al Bukhari hadits 1315 karya Asy Syaikh Utsaimin, Tashilul Ilmaam 3/55 karya Asy Syaikh Al Fauzan dan Taudhihul Ahkam 2/547 – 548 karya Asy Syaikh Alu Bassam ).
Yang perlu diperhatikan setelah itu adalah menyegerakan membayar hutang yang masih ditanggung si arwah selama memungkinkan. Hutang adalah perkara yang sangat dirisaukan.
Sampai-sampai Rasulullah SAW mengingatkan ertinya:
“Jiwa seorang mukmin itu tergantung dengan hutangnya sampai boleh tertebus.” (At Tirmidzi 1078, 1079, Ibnu Majah 2413 dan sanadnya shahih).
Makna “tergantung” disini adalah:
Terhalang untuk diampuni dosanya sekalipun dia mati syahid di medan perang (Muslim 1885).
Terhalang untuk masuk Al Jannah (Ath Thayalisi dan sanadnya shahih)
Adapun pihak-pihak yang hendaknya membayar hutang si arwah tersebut adalah sebagai berikut:
Ahli warisnya yang membayarkan hutang tersebut dari harta si arwah. Ahli waris tidak diperbolehkan mengambil sesen pun dari harta itu sebelum selesai tanggungan pengurusan jenazah dan hutang si arwah. Pada saat itu harta si arwah masih menjadi hak milik arwah tersebut sehingga belum boleh dibagi diantara ahli waris.
Bila si arwah tidak meninggalkan harta yang jumlah seluruhnya mencukupi untuk membayar hutang maka pemerintah kaum muslimin yang akan menanggungnya. (Lihat Al Bukhari 2298 dan Muslim 1619).
Bila pemerintah tidak membayarkannya maka hendaknya ada diantara kaum muslimin yang membayarkannya. (Lihat Al Bukhari 2289). (Lihat Ahkamul Jana’iz karya Asy Syaikh Al Albani dengan beberapa tambahan).
Apabila orang yang menghutanginya ternyata membebaskan sebagian/seluruh hutang si mayit maka yang demikian Allah Ta’ala puji dengan firman-Nya ertinya :
“Dan apabila kalian sedekahkan (seba-gian atau seluruh hutang itu) maka itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui.” (QS. Al Baqarah : 280).
Rasulullah SAW juga memujinya melalui sabdanya ertinya:
“Barangsiapa memberikan tenggang waktu atau bahkan membebaskan hutang orang yang kesulitan, maka Allah akan menaungi-nya di akherat dengan naungan-Nya.” (HR. Muslim 3006)
Subhanallah !! Keutamaan yang sangat besar melebihi seluruh apa yang ada di muka bumi ini.
Namun disisi lain, hendaknya ketika kita hidup janganlah bermudah-mudahan untuk berhutang. Hendaknya kita mengingat bahwa kematian bisa datang secara tiba-tiba dimana dan kapanpun kita berada. Seiring dengan itu tidak semua orang berkenan untuk mengulurkan tangan membebaskan hutang saudaranya.
Bila demikian maka jiwa seorang mukmin sekalipun, tetap akan terhalang untuk masuk Al Jannah dan ampunan Allah. Kecuali kalau dia meninggal dunia dan benar-benar berniat untuk mem-bayar hutangnya, maka Nabi SAW yang akan menebusnya di akhirat.
RASULULLAH saw bersabda ertinya:
“Hutang itu ada dua macam: Barang-siapa meninggal dunia dan berniat untuk membayar hutangnya maka akulah yang akan menebusnya. Dan barangsiapa me-ninggal dunia namun tidak berniat untuk menebusnya maka dialah orang yang akan diambil (ganjaran) kebaikannya(Ath Thabrani dan sanadnya shahih).
Wasallam.
No comments:
Post a Comment